Membaca
Jawa Pos Edisi Senin, 4 Juli 2011 pada rubrik Politik ada berita menarik dengan
judul 16 Daerah Terancam Bangkut dikarenakan belanja pegawai di atas 70 %. Sebagai seorang abdi negara penulis tertarik dengan berita tersebut yang
menuliskan bahwa menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
ada sedikitnya 124 daerah yang belanja pegawainya menghabiskan 60 % lebih
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2011.
Beberapa
waktu yang lalu Kementerian Keuangan mengusulkan wacana pensiun dini dan memberikan kompensasi bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang
akan memasuki masa pensiun untuk menekan jumlah PNS di masa mendatang. Sebelumnya,
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan jumlah pegawai negeri sipil (PNS)
di Indonesia saat ini sudah cukup tinggi dimana saat ini tercatat kurang lebih
4,7 juta jiwa belum termasuk pegawai honorer
yang bisa memberatkan anggaran
pemerintah dalam penyediaan tunjangan gaji serta pensiun dan asuransi. Kedepan jumlah PNS akan semakin bengkak yang
disebabkan pemekaran wilayah ataupun kewajiban pengangkatan pegawai honorer.
Sekelumit fakta tersebut tentunya sangat layak dijadikan instropeksi kedalam korps PNS bahwa betapa negara sangat terbebani untuk membayar hak – hak mereka. Sebagai seorang PNS secara obyektif penulis menyadari bahwa secara umum fakta di lapangan selama ini memang terjadi ketidakseimbangan antara fasilitas yang diberikan oleh negara kepada para PNS dengan kontribusi sebagai kewajiban dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penulis juga sependapat dengan kebijakan yang berbasis produktifitas dalam tubuh PNS sendiri.
Tentunya
ironi sekali melihat pemandangan banyak abdi
negara yang secara tidak bijak mempertontonkan budaya
kerja yang asal - asalan. Risih tentunya
apabila melihat sebagian dari PNS menghabiskan waktu kerja dengan sesuatu yang
tidak pada tempatnya. Hal ini bahkan hanyalah penyelewengan dalam substansi
kecil apabila dibandingkan dengan penyelewengan dalam aspek kewenangan ataupun
keuangan. Berbagai hal tersebut apabila tidak segera diubah akan semakin
menahbiskan barisan PNS sebagai parasit dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Kondisi
tersebut tentu tidak kita inginkan, tentunya perubahan harus dilakukan. Yang
perlu mendapat penanganan segera adalah motivasi PNS dalam memberi kontribusi
untuk pembangunan negeri yang selama ini terkesan hanya berhenti pada pengucapan janji dan
sumpah yang seolah tidak membutuhkan pertanggungjawaban. Dengan kata lain harus dilakukan perubahan fundamental terhadap
pola pikir yang selama ini didominasi oleh hal negatif menuju pola pikir positif.
Kantor Menpan
tahun 2002 menemukan dan mengidentifikasi adanya Pola Pikir Negatif (Pola Pikir
Tetap) PNS yang tercermin dalam bentuk 24 (duapuluh empat) hambatan atau
permasalahan perilaku budaya kerja Aparatur Pemerintahan, diantaranya yang
paling dominan adalah : Komitmen dan konsistensi terhadap visi dan misi
organisasi masih rendah, tingkat integritas, loyalitas dan profesionalitas
sebagian aparatur relatif rendah, belum efektifnya sistem untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak
lanjut hasil penilaiannya, kurangnya apresiasi tehadap kreatifitas bawahan dari
atasan, kurang sensitifnya sebagian aparatur terhadap pengaduan/keluhan
masyarakat, belum optimalnya koordinasi dengan unit yang lain sehingga terlalu
fokus terhadap tugasnya akibatnya
kerjasama tidak berjalan dengan baik, sikap yang berorientasi vertikal sehingga
menyebabkan hilangnya kreativitas dan rasa takut berimprovisasi, sifat individualisme
lebih menonjol dibandingkan kebersamaan, pengaruh budaya prestise yang lebih
menonjol sehingga aspek rasionalitas sering dikesampingkan, sistem seleksi
(rekruitmen) yang masih relatif kurang
transparan dan banyak aparatur belum memahami makna keadilan dan keterbukaan.
Berbagai pikiran
negatif tersebut tentunya harus diganti dengan
Pola Pikir Positif ( berkembang), sehingga kinerja yang dihasilkan tidak
hanya sebatas bagus diatas kertas DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan)
tetapi ada hasil konkrit yang dapat
berkontribusi bagi negeri.
PNS
dengan segala dinamikanya sampai saat ini memang masih menjadi pekerjaan yang
favorit bagi bangsa ini terbukti dengan jumlah pendaftar yang tidak
pernah sepi. Gambaran PNS selama ini adalah kerja yang ringan dengan gaji yang
terus naik. Pada tataran ideal image tersebut tentunya sebuah kesalahan besar karena pada dasarnya PNS dituntut
memberikan pelayanan terbaik (excellent
service) sesuai dengan tupoksi dari
instansinya masing – masing. Secara pribadi penulis berharap PNS dapat
kembali kepada fungsi pembentukannya serta menjadi korps yang Profesional,
Netral dan Sejahtera.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 30 Desember 2011)
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 30 Desember 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar