Semenjak
komitmen Kota Blitar akan pengarusutamaan program pengembangan sanitasi yang
berpihak pada masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaan mulai
dikumandangkan melalui Deklarasi Blitar tanggal 27 Maret 2007, pembangunan
sanitasi di Kota Proklamator ini pun mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Komitmen tersebut semakin dikuatkan dengan mencantumkan pembangunan
berwawasan lingkungan pada visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005 – 2025.
Dengan visi ini diharapkan walaupun terjadi pergantian kepala daerah, komitmen
tentang lingkungan tetap dipertahankan. Disamping itu secara kelembagaan
program pengembangan sanitasi di Kota Blitar telah mempunyai lembaga formal
dengan adanya pokja sanitasi dari tingkat kelurahan sampai tingkat kota dengan tugas dan
wewenangnya masing – masing. Ketiga hal tersebut kiranya sudah menjadi pondasi
yang cukup kuat dalam pembentukan eco - town atau kota yang ramah lingkungan .
Eco-Town
mengacu pada konsep salah satu kota di Jepang
yaitu kota Kawasaki,
yang merupakan kota
pertama di Jepang yang menerapkan hal tersebut. Sedangkan di Indonesia, kota yang mulai
mengembangkan konsep ecotown adalah Kota Bandung . Pada prinsipnya konsep eco
town mengacu pada prinsip pengolahan limbah dengan 3 R atau Reuse, Reduce dan
Recycle. Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih
dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce
berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Dan Recycle
berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru
yang bermanfaat..
Apabila di kota asalnya konsep eco
town lebih menitikberatkan pada sektor industri, maka untuk proses adopsi di
Kota Blitar bisa dititikberatkan pada sector rumah tangga/domestic. Selain itu
Kota Blitar sangat potensial sekali untuk dapat mengembangkan konsep eco – town
menjadi lebih maksimal dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek atau konsep
pembangunan partisipatif. Hal ini dapat
kita lihat dari catatan pembangunan sanitasi Kota Blitar selama ini yang
mengarusutamakan masyarakat. Tengok saja upaya Sanitasi Berbasis Masyarakat /
Sanimas yang sampai saat ini berjumlah 10 unit IPAL komunal, belum lagi untuk
unit yang masih dalam proses pembangunan.
Sanimas
terbukti mampu memberi kontribusi nyata dalam peningkatan kualitas sanitasi di
Kota Blitar, terutama untuk peningkatan akses masyarakat akan sarana pengolahan
limbah baik black water dari kamar mandi/WC maupun grey water dari dapur.
Konsep Sanimas yang menjadikan masyarakat sebagai aktor utama sangat sesuai
untuk diadopsi bagi pelaksanaan program 3 R di setiap lingkup masyarakat.