Untuk
kesekian kalinya Kota Blitar membuktikan kepeduliannya akan peningkatan
kualitas lingkungan hidup dengan ikut menandatangani Piagam
Komitmen Kota Hijau yang difasilitasi Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan Umum (PU), bersama 60 kabupaten/kota se Indonesia akhir
tahun lalu. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) merupakan program dari
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya yang bertujuan untuk menstimulasi terwujudnya
kota yang ramah lingkungan, mampu memanfaatkan secara efektif dan efesien
sumberdaya air dan mineral, mengurangi limbah, menerapkan transportasi terpadu,
menjamin kesehatan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan
perancangan kota yang berpihak pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagaimana kita ketahui 50 % lebih penduduk
Indonesia hidup di perkotaan dan diperkirakan mencapai angka 68 % pada tahun
2025. Pertumbuhan kota yang pesat tentunya berdampak pada permasalahan
perkotaan seperti kemacetan, banjir, pemukiman kumuh, kesenjangan sosial serta
berkurangnya ruang terbuka hijau. Untuk meminimalisir permasalahan tersebut
tentunya diperlukan langkah – langkah yang efektif dan efisien, satu
diantaranya adalah Kota Hijau (Green City).
Kondisi Kota Blitar yang relatif aman dan nyaman untuk tempat tinggal tentunya
menarik banyak orang untuk tinggal didalamnya . Berdasarkan kondisi tersebut
Kota Blitar juga rentan terkena dampak dari perkembangan kota yang tidak
memperhatikan keseimbangan lingkungan. Adanya alih fungsi lahan pertanian untuk pemukiman
sebagai akibat pertumbuhan jumlah penduduk, ancaman matinya mata air sebagai
akibat penggunaan air tanah yang tidak seimbang akan menjadi permasalahan yang
harus dicari solusinya. Oleh
karena itu keikutsertaan Kota Blitar
dalam program Kota Hijau merupakan langkah yang tepat.
Ada delapan persyaratan untuk mewujudkan kota hiau
yang tentunya harus dipenuhi oleh Kota Blitar, yaitu :
Kedua
adalah ketersediaan ruang terbuka hijau ( Green Open Space). Ruang Terbuka
Hijau merupakan factor penting terciptanya Kota Hijau. UU No 26 tahun 2007
tentang penataan ruang mengamantkan besaran RTH Kota
adalah 30 %, yang terdiri dari 20 % RTH
publik dan 10 % RTH private. Besaran tersebut masih sangat potensial dicapai
Kota Blitar.
Ketiga adalah konsumsi energi yang efisien
(Green Energy).
Program penghematan energy masih perlu terus digalakkan di Kota Blitar,
termasuk penggunaan energy alternatif seperti biogas
yang cukup potensial dikembangkan di Kota Blitar terutama dari peternakan sapi yang jumlahnya relatif besar terutama di
daerah pinggiran kota.
Keempat
adalah pengelolaan air yang efektif (Green Water). Pengelolaan air juga masih
menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota Blitar diantaranya adalah untuk optimalisasi PDAM. Selain itu potensi
air permukaan seperti sungai dan mata air juga belum dimanfaatkan secara
optimal. Kota Blitar mempunyai potensi yang cukup besar terkait penyediaan air
dengan setidaknya ada 26 mata air di Kota ini Strategi green water juga dapat dilakukan dengan konsep kawasan
pensirkulasian air (water circulating complex) yang salah satunya adalah daur
ulan air hujan menjadi air baku. Dalam konsep ini tentunya diperlukan kawasan
tadah hujan.
Kelima
Pengelolaan limbah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle). Untuk syarat
ini Pemerintah Kota Blitar melalui Dinas Kebersihan dan
Pertamanan cukup aktif dalam pengembangannya . Dari Tahun ke tahun jumlah
Tempat Pengelolaan sampah secara 3 R
mengalami peningkatan.Pengadaan komposter baik
individual dan komunal masih sangat potensial untuk dikembangkan.
Keenam
bangunan
hemat energi atau bangunan hijau (Green Building), Pemenuhan persyaratan yang
keenam ini dapat dilakukan dengan adanya pemberian rekomendasi pada saat
pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dimana Dinas Pekerjaan Umum Daerah
menjadi garda terdepan pemenuhannya.
Ketujuh
penerapan
sistem transportasi yang berkelanjutan. Kondisi transportasi di kota Blitar
relatif
masih baik dibuktikan dengan kecilnya tingkat kemacetan. Namun dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan tentunya diperlukan
perencanaan untuk meminimalisir emisi dari kendaraan tersebut, Car free day mungkin masih menjadi
konsep yang potensial untuk diterapkan di Kota Blitar, Walaupun sekilas hanya
bersifat seremonial tetapi dengan penjadwalan yang rutin tentunya bisa menjadi
sarana promosi lingkungan yang efektif.
Kedelapan
adalah peningkatan peran masyarakat
sebagai komunitas hijau. Peran masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan di Kota Blitar masih sangat potensial untuk digali
lebih jauh, karena pola pembangunan di Kota Blitar adalah sistem pembangunan
patisipatif.
Dengan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan
semua pihak terkait (stakeholders), tentunya kita
harapkan kedelapan syarat tersebut dapat dipenuhi sehingga dapat menjadikan
Blitar sebagai Kota Hijau. Go green
Kota Blitar !
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 6 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar