Perubahan iklim yang salah satunya disebabkan oleh
pemanasan global semakin terasa dampaknya. Yang paling mencolok adalah
musim penghujan dan kemarau yang tidak dapat diprediksi, bahkan sepanjang tahun
2010 hampir sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan sepanjang
tahun yang mengakibatkan banyak terjadi banjir yang membawa kerugian baik jiwa
maupun materi. Selain itu juga ancaman
kekurangan ketersediaan pangan dan air bersih akibat kegagalan panen dan
rusaknya sumber – sumber air. Ekses dari kekurangan pangan dan air bersih
adalah menurunnya kualitas kesehatan masyarakat terutama ditinjau dari status
gizi dan penyakit berbasis lingkungan. Berdasarkan hal tersebut tentunya perlu
dilakukan peninjauan ulang berbagai persoalan besar seperti pengentasan
kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, perencanaan tata ruang, ketahanan pangan,
pengendalian penyakit, perencanaan perkotaan dalam perspektif perubahan iklim.
Salah satu
teknik mitigasi dan adaptasi perubahan iklim adalah mempersiapkan daerah untuk
menempuh langkah – langkah terbaik sebagai upaya untuk meminimalisir dampak
perubahan iklim yang dikenal dengan program kampung iklim (climate village). Program ini digagas oleh Kementerian Lingkungan
Hidup sejak tahun 2010, namun dalam tataran implementasi di daerah rupanya
kurang begitu mendapat sambutan yang diharapkan. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat masalah perubahan iklim memang terkesan hanya ramai dibicarakan pada
tataran konferensi internasional ataupun sekedar kebijakan pada tingkat
Kementerian.
Gagasan awal
dari konsep kampung iklim adalah di mana sebuah kampung ( belum ada penetapan
batasan kewilayahan apakah sebatas kelurahan/desa atau kecamatan ),
masyarakatnya secara kritis dalam segala tindakan baik teknis maupun non
teknis, berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung terhadap
pengurangan pemanasan global sebagai salah satu penyumbang terbesar perubahan
iklim. Beberapa manfaat dari program ini antara lain
untuk membangun gerakan pengurangan emisi dimulai dari kampung. Dengan
program ini diharapkan target yang telah ditetapkan oleh Presiden SBY untuk
mengurangi emisi nasional sebesar 26 % pada tahun 2020 dapat terwujud. Selain
itu juga untuk memanfaatkan secara optimal sumber daya alam sebagai sumber
energi yang terjangkau secara ekonomi dan berkelanjutan, misalnya pemanfaatan
limbah yang selama ini dibuang menjadi sumber enrgi
Masyarakat
dapat membentuk kelompok – kelompok kecil yang dikoordinasikan oleh pihak
Kelurahan. Kelompok ini dapat secara terprogram melakukan kegiatan – kegiatan
mitigasi maupun adaptasi untuk perubahan iklim. Kegiatan mitigasi atau
pengurangan dampak perubahan iklim yang dapat dilakukan antara lain seperti
pengurangan sampah di tingkat rumah tangga untuk mengurangi ekspose CH4
sebagai gas penyebab efek rumah kaca yang dihasilkan oleh sampah, pengurangan
penggunaan plastik yang kebanyakan pengolahan sampahnya dengan cara dibakar
sehingga dapat mengekspose dioksin. Sedangkan kegiatan adaptasi yang dilakukan
antara lain pembuatan sumur resapan, pembuatan lubang resapan biopori (
keduanya bertujuan untuk memperluas cadangan ketersediaan air). Selain itu juga
pemanfaatan energi alternatif dari limbah seperti biogas yang merupakan langkah
efektif penghematan energi. Kegiatan tersebut tentunya dapat dilakukan secara
swadaya ataupun dengan stimulasi dari pemerintah.
Salah satu
daerah yang berusaha merespon program kampung iklim tersebut adalah Kota Blitar
yang pada tanggal 1 April kemarin melaunching kampung iklim untuk skala kelurahan
tepatnya di Kelurahan Pakunden Kota Blitar. Pakunden merupakan tipikal
kelurahan yang cukup potensial menanggulangi dampak perubahan ikim dikarenakan
adanya potensi mata air di daerah tersebut, juga sentra industri tahu serta
beberapa peternakan sapi yang cukup memberi kontribusi bagi roda perekonomian
warga. Kelurahan Pakunden juga sangat akrab dengan program sanitasi dikarenakan
daerah ini merupakan prioritas penanganan masalah sanitasi berdasarkan Strategi
Sanitasi Kota Blitar . Semoga inisiasi dari Pemerintah kota Blitar dengan melaunching kampung iklim
ini menjadi pondasi awal dalam kerangka pembangunan yang mampu menjawab
tantangan perubahan iklim.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 7 April 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar