Sejak terjadi
perubahan paradigma pembangunan kesehatan dari represif kuratif menjadi promotif
preventif atau dengan kata lain berubah dari menangani penyakit menuju
pencegahan penyakit, masalah sanitasi menjadi topik penanganan yang serius. Hal
ini dikarenakan kualitas sanitasi berperan dalam upaya pencegahan penyakit. Berbagai
definisi muncul dari istilah sanitasi diantaranya adalah upaya pencegahan
penyakit menular dengan memutus mata rantai dari sumbernya (Azwar,1990) . Dalam
hal ini tentunya menyangkut bagaimana pembuangan limbah baik padat maupun cair
dari rumah tangga serta penyediaan air bersih yang layak. Sampai saat ini
tampaknya pembangunan sanitasi belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan
terkait target akses fasilitas sanitasi dasar bagi masyarakat maupun kualitas
sanitasi lingkungan.
Fakta yang
harus diakui bahwa ada korelasi yang tidak proporsional antara kebutuhan akan
sarana sanitasi yang layak dengan alokasi anggaran dari pemerintah. Pada umumnya
alokasi untuk pembangunan sanitasi kurang dari 1 % dibanding APBD daerah.
Melihat kondisi tersebut tentunya diperlukan langkah – langkah alternatif untuk
dapat mencapai kondisi sanitasi yang layak.
Apabila kita
mengacu pada konsep baru pembangunan yaitu people
centered, parcipatory, empowering and sustainable ( Chamber 1995 dalam
Kartasasmita 1996), ada salah hal yang mungkin masih belum dioptimalkan yaitu
empowering atau pemberdayaan. Berusaha mengoptimalkan potensi yang dimiliki
untuk memecahkan permasalahan masyarakat itu sendiri, kiranya merupakan langkah
konkrit yang cukup efektif.
Salah contoh
yang dapat kita lihat dari aplikasi konsep pemberdayaan tersebut adalah program CLTS ( Community Led Total Sanitation) atau terjemah bebasnya Sanitasi total
yang dipimpin oleh masyarakat. Program ini dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan
yang intinya menekankan bukan pada pemberian subsidi secara cuma – cuma kepada
masyarakat dengan fasilitas sanitasi yang buruk melainkan pemberian stimulus
yang dapat membuat masyarakat tersebut mampu menangani masalah sanitasinya.
Hasil dari pelaksanaan program ini cukup bisa memberi kontribusi dalam hal
peningkatan akses masyarakat akan sarana sanitasi khususnya jamban. Salah satu
daerah yang cukup berhasil melakukan prinsip pemberdayaan untuk peningkatan
kepemilikan jamban keluarga adalah Kabupaten Trenggalek. Pada daerah ini
peningkatan jumlah wilayah yang telah mencapai status Open Defecation Free (ODF) cukup signifikan bahkan menargetkan
seluruh wilayahnya berstatus ODF maksimal akhir tahun 2012. ODF adalah kondisi
yang menggambarkan terbebasnya wilayah tersebut dari segala bentuk buang hajat
di sembarang tempat.
Strategi
pemberdayaan dalam pembangunan sanitasi memang tidak tanpa masalah. Secara
jujur harus diakui bahwa umumnya masyarakat kita cenderung kurang
memprioritaskan masalah sanitasi apabila dibandingkan dengan masalah ekonomi
ataupun gaya
hidup. Banyak terjadi warga yang telah mampu memiliki fasilitas sekunder
seperti televisi dan kendaraan bermotor tapi masih belum mempunyai fasilitas
sanitasi dasar yang memadai.
Selain itu
masalah kebiasaan yang sudah mendarah daging juga tidak begitu saja bisa diubah
dikarenakan ini menyangkut rasa nyaman. Masyarakat yang sudah terbiasa buang
hajat di sungai tidak begitu saja bisa mengubahnya tanpa adanya pendekatan yang
baik. Permasalahan ini juga menjadi semakin pelik ketika terjadi di wilayah
perkotaan yang memiliki keterbatasan dalam ruang namun pertumbuhan penduduk
relatif pesat dikarenakan urbanisasi yang sulit dikendalikan.
Saat ini
mungkin adalah waktu yang tepat untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat
khususnya untuk pembangunan sanitasi, dikarenakan secara faktual kita jumpai
penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk terus mengalami
peningkatan. Contohnya penyakit yang dibawa akibat kondisi air yang buruk (water borne diseases) seperti diare,
thypus selalu bertengger pada 10 penyaki tertinggi yang dirilis oleh Dinas
Kesehatan. Fakta inilah yang perlu disosialisasikan dengan intens kepada
masyarakat sebagai wujud pendekatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan sanitasi.
Dalam era
pembangunan sekarang masyarakat perlahan diposisikan sebagai subyek dalam
pembangunan, dengan mengikutsertakan mereka dalam pembangunan baik tahapan
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Kondisi ini merupakan modal yang
bagus untuk lebih mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Semoga dengan
optimalnya pemberdayaan masyarakat maka penyediaan sanitasi yang layak dapat
tercapai tentunya dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar Februaru 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar