Kamis, 21 Oktober 2010

Sengketa Lingkungan Perspektif Kearifan Lokal


Beberapa waktu yang lalu sengketa lingkungan di wilayah Blitar Raya sempat menjadi berita hangat di harian ini (Radar Blitar). Permasalahan tersebut adalah pro kontra penambangan pasir besi di pantai pasur yang terletak di Desa Bululawang Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar. Unjuk rasa warga pro penambangan melibatkan  puluhan truk pengangkut pasir menuntut agar penambangan pasir besi terus berjalan, seolah menjadi tandingan demonstrasi warga sebelumnya yang menuntut penutupan penambangan pasir besi karena dianggap merusak lingkungan. Argumen yang diajukan kedua belah pihak adalah permasalahan lingkungan klasik selama ini yaitu perbedaan kepentingan antara yang menginginkan lingkungan tetap lestari dan di sisi yang lain adalah faktor ekonomi sebagai alasan eksploitasi alam. Kiranya sangat tidak bijak apabila dua kepentingan ini terus berdiri sebagai unsur yang saling bertentangan, padahal seharusnya keduanya harus berdiri sebagai elemen yang saling mendukung.
Sejarah telah mencatat bahwa pertentangan kepentingan sebagai dinamika bangsa ini terbukti mampu diatasi dengan kearifan lokal. Sebagaimana kita ketahui bahwa kearifan lokal adalah cara – cara yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat. Pemahaman tersebut tercipta dikarenakan tinggal di tempat itu secara turun temurun. Tentunya kearifan lokal mempunyai karakteristik yang khas sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah masing – masing.                                                                                   .
Sebagai masyarakat yang tinggal di kawasan Blitar Raya harus diakui bahwa kita telah mempunyai budaya kearifan lokal yang khas diantaranya tepo sliro (tenggang rasa) atau saling menghormati kepentingan orang lain. Hal ini apabila kita dikaitkan dengan permasalahan diatas semestinya penyelesaiannya dapat berjalan dengan lebih elegan. Namun kita juga tidak menutup mata bahwa iklim demokrasi di negeri ini juga telah membuka kebebasan public dalam menyalurkan aspirasinya.
Pihak penambang sebagai pihak yang melakukan eksploitasi terhadap alam tentunya harus mempunyai tenggang rasa terhadap penduduk di kawasan penambangan yang mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman. Begitu juga sebaliknya warga di sekitar tambang pasir juga harus menghormati penambangan pasir sebagai mata pencaharian penambang untuk peningkatan kesejahteraan sosial. Dalam korelasi ini tentu ada koridor yang harus dipatuhi, yaitu pihak penambang harus mempunyai analisa tentang dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari kegiatan tersebut serta melakukan upaya pengelolaaan dan pemantuan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan ekosistem di pantai tersebut. Selain itu mungkin akan lebih baik apabila dilakukan kajian terhadap potensi dari pantai pasur sebagai obyek penambangan atau sebagai obyek kegiatan yang lain.
Dalam perspektif Undang - Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap usaha dan atau kegiatan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan wajib menyusun analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) sebagai dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dalam penyusunan amdal ini aspek transparansi kegiatan menjadi faktor yang sangat penting. Masyarakat yang terkena dampak serta pemerhati lingkungan dapat memberi saran dan masukan terkait dengan usaha dan atau kegiatan tersebut.
Konstitusi kita telah mengatur sedemikian rupa segala bentuk aktifitas yang berdampak bagi lingkungan. Tidak ada pihak yang dikalahkan atau diuntungkan, semua pihak yang terkait diposisikan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berperan dalam perlindungan dan pengelolaaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangan. Di sisi lain setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
Sekarang tinggal tugas kita untuk melaksanakan amanat tersebut dengan penuh tanggung jawab. Semoga setiap permasalahan lingkungan hidup di Blitar Raya dapat kita selesaikan dengan cara yang elegan mengacu pada kearifan lokal yang telah turun temurun diwariskan oleh para pendahulu kita.
 (Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 21 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar