Sabtu, 09 Oktober 2010

Antara Kita, Alam dan Bencana


Prediksi tentang tenggelamnya Jakarta tahun 2030 sempat menjadi topik hangat media massa beberapa saat lalu. Beberapa analisa dari para ahlipun mencuat seiring prediksi tersebut. Salah satu pakar dari ITB menyebut bahwa prediksi tersebut didasarkan pada fakta bahwa di Jakarta ada dua kondisi yang terus berlangsung sampai sekarang yaitu beban tanah Jakarta terhadap bangunan tinggi sehingga kuantitas air yang dibutuhkan semakin besar serta eksploitasi air tanah yang berlebihan. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa sekali lagi manusia berperan penting terhadap kerusakan alam yang telah diciptakan dengan seimbang ini.
Mungkin karena statusnya sebagai Ibukota negaralah yang membuat ancaman bagi Jakarta menjadi berita yang menghebohkan, padahal apabila kita telusuri lebih jauh mungkin hampir seluruh wilayah Indonesia bahkan mungkin dunia terancam eksistensinya sebagai akibat ketamakan manusia.
Entah sudah berapa banyak bencana yang terjadi belakangan ini yang disebabkan kerusakan alam. Perubahan Iklim menjadi salah satu kontributor terhadap bencana yang terjadi, contohnya banjir hebat di Pakistan bulan Agustus kemarin yang menyebabkan 1600 jiwa tewas, 20 juta warga kehilangan tempat tinggal, lahan pertanian rusak, jembatan hancur, jalanan rusak parah, jaringan komunikasi rusak, dengan kerugian mencapai jutaan dollar. Ada juga gelombang panas di Rusia dengan suhu mencapai 40 o c yang dipicu oleh kebakaran hutan dan disebabkan kekeringan terburuk selama beberapa dekade sehingga mengakibatkan kerugian miliaran dollar.  
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada tahun 2010 ini, musim kemarau telah berubah menjadi musim hujan sepanjang tahun, selain itu saat ini suhu muka laut Samudera Hindia sangat tinggi, yakni dikisaran 29 - 30 derajat celsius. Air laut yang seperti direbus lebih cepat menguap yang berpotensi menimbulkan angin kencang dan hujan deras. Masih menurut BMKG akan terjadi cuaca ekstrem  sampai sekitar awal 2011 di beberapa wilayah Indonesia. Salah satu akibat cuaca ekstrim tersebut adalah banjir banding di papua barat yang menewaskan lebih dari 100 orang dan merusak hampir 80 % Kota Wasior Papua Barat .
Cukuplah beberapa fakta diatas untuk mengoreksi sifat ketamakan dan keserakahan kita dalam mengeksploitasi alam. Setiap hari hutan gundul bertambah akibat pembalakan liar oleh oknum yang yang hanya mengejar keuntungan sesaat, padahal kita ketahui bahwa hutan yang dimiliki bangsa ini ibarat paru – paru dunia. Isu global warming dan kontribusinya terhadap perubahan iklim bagai sebuah cerita yang hanya menjadi penghias riset lingkungan tanpa perlu mendapat respon konkrit. Di kota – kota negeri ini sulit sekali kita jumpai sungai yang bersih dari sampah dan limbah. Alih fungsi lahan hijau menjadi berbagai jenis bangunan melaju kencang, sayangnya kurang diimbangi upaya untuk konservasi ruang terbuka hijau. Para pelaku industri juga cukup memberi kontribusi untuk pencemaran lingkungan akibat tidak dikelolanya limbah yang dihasilkan meski banyak juga diantara mereka yang telah menggunakan proses produksi yang ramah lingkungan.

Permasalahan lingkungan telah menjadi sebuah isu yang universal, oleh karena itu sudah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk ikut memberi kontribusi dalam penyelesaiannya meski sekecil apapun itu. Berbagai kebijakan/policy pro lingkungan yang telah disusun oleh pemerintah kiranya harus mendapat respon yang baik dari kita berupa pentaatan akan kebijakan tersebut. Para pelaku usaha ditutuntut tidak hanya berpikir profit oriented tanpa diimbangi estimasi dari apa yang akan ditimbulkan dari upaya – upaya untuk memperoleh keuntungan tersebut. Prinsip ekonomi tentunya harus dimaknai secara bijak dengan memprioritaskan pada keberlanjutan sistem. Hal ini juga sesuai dengan amanah konstitusi kita bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembagunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konstitusi kita juga mengatur bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia.
Kini saatnya bagi kita untuk tidak saling menyalahkan berbagai dampak yang timbul akibat kerusakan alam ini,  tetapi inilah momen bagi kita untuk ambil bagian dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Semoga kepedulian kita untuk menjaga keseimbangan alam tidak hanya ada ketika sudah terjadi bencant
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 9 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar