Secara konsep
ideal antara aktifitas manusia dalam memenuhi hajat hidupnya dan kualitas
lingkungan seharusnya dapat berdiri sebagai dua sisi yang saling mendukung. Akan tetapi pada realitanya kedua hal ini
bagai dua sisi yang kontradiktif, dalam arti ketika aktifitas manusia dalam
bentuk apapun mencapai hasil yang memuaskan bagi pihak yang berkepentingan rata
– rata diikuti oleh degradasi mutu lingkungan.
Ada berbagai faktor yang dapat menjelaskan kondisi
tersebut diantaranya adalah pemakaian prinsip ekonomi yang digunakan secara
tidak bijak dimana dengan modal seminimal mungkin mampu mencapai hasil maksimal
tanpa disertai pemikiran keberlanjutan sistem. Hal lainnya adalah kepedulian
tentang kualitas lingkungan yang relatif masih rendah dimana lingkungan akan
terasa penting ketika sudah terjadi bencana akibat ulah manusia. Mungkin masih
banyak lagi alasan untuk lagi untuk dapat menjelaskan kondisi di atas tapi
mungkin lebih baik kita lebih berkonsentrasi untuk melihat sejenak apa yang
bisa kita lakukan untuk mewujudkan sinergi yang harmoni antara aktifitas
manusia dan kualitas lingkungan sehingga tercipta konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
Kota Blitar sebagai Kota kecil yang miskin sumber
daya alam sangat potensial untuk pengembangan program menuju kota yang
berkelanjutan ( Sustainable City)
walaupun pada kenyataannya banyak tantangan yang harus dipikirkan langkah –
langkah untuk menghadapinya.
Tantangan yang pertama adalah fakta masih tercemarnya sebagian sungai di Kota Blitar akibat limbah dari kegiatan industri ( dalam hal ini terutama industri tahu) dan peternakan (khususnya ternak sapi). Khusus untuk industri tahu kondisi akan menjadi lebih kompleks dengan adanya wacana penggunaan batubara sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Hal ini disebabkan apabila penggunaan batubara tidak menggunaan tungku pembakaran yang standar dapat berdampak buruk bagi kesehatan dimana dari hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara penggunaan batubara dan kejadian kanker paru – paru walaupun kajian mengenai hal ini masih harus diperdalam. Hal ini disebabkan hasil pembakaran batubara kaya akan senyawa SO2,NO2,PM (Partikulat matter)/debu dan hidrokarbon yang berdasar KepMenLH Nomor 45 Tahun 1997 ditetapkan sebagai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang berati apabila kadar senyawa – senyawa tersebut melebihi baku mutu akan menyebakan pencemaran udara. Untuk limbah ternak sapi pengolahan limbahnya sangat potensial untuk dijadikan energi terbarukan yaitu biogas karena menurut penelitian bahwa dalam perut sapi secara alami telah ada bakteri methanogenic yang dapat menghasilkan methan. Berdasarkan praktek di lapangan bahwa energi panas yang dihasilkan gas methan lebih besar dan ramah lingkungan daripada pembakaran karbon yang mengahsilkan Karbondioksida (CO2)
Tantangan lainnya adalah ancaman rusaknya
kesuburan lahan pertanian sebagai akibat
pupuk anorganik seperti pupuk dari sisa limbah vetsin yang berlebihan. Menurut
beberapa studi dalam jangka waktu yang panjang ternyata penggunaan pupuk
semacam ini dapat mengakibatkan kerusakan kesuburan tanah belum lagi ditambah
polusi bau yang rata – rata ditimbulkan oleh penggunaan pupuk ini. Beberapa
industri pengolahan pupuk organik yang mulai berdiri di Kota Blitar dan
penyuluhan pemakaian pupuk organik dari instansi terkait bisa menjadi langkah
efektif untuk menghadapi tantangan ini. Upaya ini juga selaras dengan
pemasyarakatan pengomposan secara mandiri oleh masyarakat yang saat ini juga
merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Kota Blitar.
Tantangan
berikutnya adalah ancaman matinya mata air. Selama ini Kota Blitar tercatat
mempunyai mata air yang cukup banyak
namun sejauh ini belum nampak adanya perawatan yang sistematis terhadap
keberadaan mata air tersebut. Untuk menghadapi tantangan ini dapat dilakukan
upaya penghijauan di sekitar mata air , pembangunan talud di daerah sekitar
mata air sebagai perlindungan dan menambah estetika mata air sehingga dapat
lebih menggugah masyarakat untuk lebih proaktif dalam menjaga kelestarian mata
air. Sehingga nantinya bukan air mata yang kita wariskan ke anak cucu tetapi
mata air untuk kelangsungan hidup mereka.
Hal lain yang
menjadi tantangan adalah akses masyarakat Kota Blitar terhadap sarana sanitasi
dasar terutama jamban dan pengolahan
limbah rumah tangga relatif belum
terlalu tinggi. Untuk menghadapi tantangan ini memang diperlukan sinergi yang
baik dari semua stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat dan akan menjadi
lebih baik apabila unsur pemberdayaan masyarakat lebih dikedepankan. Hal ini selaras dengan program unggulan
Kota Blitar yaitu Gerakan Perang Melawan Kemiskinan (GPMK). Berdasarkan upaya
tersebut diharapkan pada tahun 2015 nanti Kota Blitar dapat mencapai target
kesepuluh dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan separuh
proporsi masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar.
Mungkin masih banyak tantangan – tantangan lain
dalam usaha mewujudkan Kota Blitar sebagai Kota dengan program dan kegiatan
pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable
city) dan kita semua berharap kerjasama yang baik dari semua stakeholder
dalam mewujudkannya. Selaras dengan sistem manajemen pembangunan partisipatif
diharapkan masyarakat juga lebih proaktif untuk mengisi pembangunan di Kota
Blitar yang tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kepedulian terhadap
lingkungan sehingga tercipta keseimbangan alam.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 18 Februari 2010)
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 18 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar