Kamis, 18 Februari 2010

Wujudkan Kota Blitar Sustainable City


Secara konsep ideal antara aktifitas manusia dalam memenuhi hajat hidupnya dan kualitas lingkungan seharusnya dapat berdiri sebagai dua sisi yang saling mendukung. Akan tetapi pada realitanya kedua hal ini bagai dua sisi yang kontradiktif, dalam arti ketika aktifitas manusia dalam bentuk apapun mencapai hasil yang memuaskan bagi pihak yang berkepentingan rata – rata diikuti oleh degradasi mutu lingkungan.
Ada berbagai faktor yang dapat menjelaskan kondisi tersebut diantaranya adalah pemakaian prinsip ekonomi yang digunakan secara tidak bijak dimana dengan modal seminimal mungkin mampu mencapai hasil maksimal tanpa disertai pemikiran keberlanjutan sistem. Hal lainnya adalah kepedulian tentang kualitas lingkungan yang relatif masih rendah dimana lingkungan akan terasa penting ketika sudah terjadi bencana akibat ulah manusia. Mungkin masih banyak lagi alasan untuk lagi untuk dapat menjelaskan kondisi di atas tapi mungkin lebih baik kita lebih berkonsentrasi untuk melihat sejenak apa yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan sinergi yang harmoni antara aktifitas manusia dan kualitas lingkungan sehingga tercipta konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Kota Blitar sebagai Kota kecil yang miskin sumber daya alam sangat potensial untuk pengembangan program menuju kota yang berkelanjutan ( Sustainable City) walaupun pada kenyataannya banyak tantangan yang harus dipikirkan langkah – langkah untuk menghadapinya.

Tantangan yang pertama adalah fakta masih tercemarnya sebagian sungai di Kota Blitar akibat limbah dari kegiatan industri ( dalam hal ini terutama industri tahu) dan peternakan (khususnya ternak sapi). Khusus untuk industri tahu kondisi akan menjadi lebih kompleks dengan adanya wacana penggunaan batubara sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Hal ini disebabkan apabila penggunaan batubara tidak menggunaan tungku pembakaran yang standar dapat berdampak buruk bagi kesehatan dimana dari hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara penggunaan batubara dan kejadian kanker paru – paru walaupun kajian mengenai hal ini masih harus diperdalam. Hal ini disebabkan hasil pembakaran batubara kaya akan senyawa SO2,NO2,PM (Partikulat matter)/debu dan hidrokarbon yang berdasar KepMenLH Nomor 45 Tahun 1997 ditetapkan sebagai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang berati apabila kadar senyawa – senyawa tersebut melebihi baku mutu akan menyebakan pencemaran udara. Untuk limbah ternak sapi pengolahan limbahnya sangat potensial untuk dijadikan energi  terbarukan yaitu biogas karena menurut penelitian bahwa dalam perut sapi secara alami telah ada bakteri methanogenic yang dapat menghasilkan methan. Berdasarkan praktek di lapangan bahwa energi panas yang dihasilkan gas methan lebih besar dan ramah lingkungan daripada pembakaran karbon yang mengahsilkan Karbondioksida (CO2)
Tantangan lainnya adalah ancaman rusaknya kesuburan lahan pertanian sebagai akibat  pupuk anorganik seperti pupuk dari sisa limbah vetsin yang berlebihan. Menurut beberapa studi dalam jangka waktu yang panjang ternyata penggunaan pupuk semacam ini dapat mengakibatkan kerusakan kesuburan tanah belum lagi ditambah polusi bau yang rata – rata ditimbulkan oleh penggunaan pupuk ini. Beberapa industri pengolahan pupuk organik yang mulai berdiri di Kota Blitar dan penyuluhan pemakaian pupuk organik dari instansi terkait bisa menjadi langkah efektif untuk menghadapi tantangan ini. Upaya ini juga selaras dengan pemasyarakatan pengomposan secara mandiri oleh masyarakat yang saat ini juga merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Kota Blitar.
Tantangan berikutnya adalah ancaman matinya mata air. Selama ini Kota Blitar tercatat mempunyai  mata air yang cukup banyak namun sejauh ini belum nampak adanya perawatan yang sistematis terhadap keberadaan mata air tersebut. Untuk menghadapi tantangan ini dapat dilakukan upaya penghijauan di sekitar mata air , pembangunan talud di daerah sekitar mata air sebagai perlindungan dan menambah estetika mata air sehingga dapat lebih menggugah masyarakat untuk lebih proaktif dalam menjaga kelestarian mata air. Sehingga nantinya bukan air mata yang kita wariskan ke anak cucu tetapi mata air untuk kelangsungan hidup mereka.
Hal lain yang menjadi tantangan adalah akses masyarakat Kota Blitar terhadap sarana sanitasi dasar  terutama jamban dan pengolahan limbah rumah tangga relatif  belum terlalu tinggi. Untuk menghadapi tantangan ini memang diperlukan sinergi yang baik dari semua stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat dan akan menjadi lebih baik apabila unsur pemberdayaan masyarakat lebih dikedepankan. Hal ini selaras dengan program unggulan Kota Blitar yaitu Gerakan Perang Melawan Kemiskinan (GPMK). Berdasarkan upaya tersebut diharapkan pada tahun 2015 nanti Kota Blitar dapat mencapai target kesepuluh dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan separuh proporsi masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar.
Mungkin masih banyak tantangan – tantangan lain dalam usaha mewujudkan Kota Blitar sebagai Kota dengan program dan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable city) dan kita semua berharap kerjasama yang baik dari semua stakeholder dalam mewujudkannya. Selaras dengan sistem manajemen pembangunan partisipatif diharapkan masyarakat juga lebih proaktif untuk mengisi pembangunan di Kota Blitar yang tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kepedulian terhadap lingkungan sehingga tercipta keseimbangan alam. 
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 18 Februari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar