Minggu, 05 Juni 2016

Dari Green Policy Menuju Sustainable City


Peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun ini sudah memasuki tahun ke 44. Sebuah angka yang sudah cukup matang untuk menandai upaya mengingatkan kembali akan pentingnya lingkungan hidup sebagai penyokong kehidupan. Tema peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun ini adalah memerangi perdagangan ilegal satwa liar yang diwujudkan dalam slogan Go Wild For Life. Perdagangan ilegal satwa liar memberi dampak buruk bagi keanekaragaman hayati dan kelangsungan hidup spesies langka.
Upaya mempertahankan keanekaragaman hayati pada dasarnya merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Pada kenyataannya secara umum kualitas lingkungan hidup  kita saat ini masih jauh dari harapan. Isu Lingkungan yang menjadi permasalahan klasik masih menjadi masalah yang belum terpecahkan secara tuntas mulai dari pencemaran air dan udara, pengelolaan sampah, banjir dan kebakaran lahan dan hutan. Apabila permasalahan tersebut tidak mendapatkan penanganan serius tentunya sulit untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah Republik Indonesia  sebenarnya telah membuat konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sistematis mulai dari hulu sampai hilir yang ditandai dengan terbitnya Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Undang – undang yang terbit 6 tahun yang lalu tersebut hingga kini masih menyisakan banyak turunan yang belum terselesaikan. Meskipun demikian sudah ada beberapa  amanat undang – undang tersebut yang mulai dilaksanakan.
Salah satu amanat dari UU 32 Tahun 2009 yang telah  dijalankan adalah  Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini  merupakan instrumen untuk menjamin konsep pembangunan berkelanjutan yang digunakan  sebagai dasar perencanaan pembangunan ( development plan) dan perencanaan tata ruang (spacial plan). Pada dasarnya KLHS merupakan upaya menyejahterakan manusia melalui keseimbangan pembangunan ekonomi, social budaya dan lingkungan. Instrumen ini muncul untuk menjawab kenyataan bahwa telah banyak upaya pencegahan kerusakan lingkungan tetapi laju perusakan lingkungan berjalan semakin cepat. KLHS merupakan instrument di tingkat hulu dan lingkupnya meliputi kebijakan, rencana dan program. Dengan adanya KLHS diharapkan percepatan pembangunan infastruktur yang kini digalakkan pemerintahan Presiden Jokowi tetap memperhatikan kualitas lingkungan serta aspek social budaya. Pemilihan Kepala Daerah serentak akhir tahun 2015 kemarin tentunya mengharuskan penyusunan KLHS sebagai salah satu instrument dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 
Turunan lain dari undang – undang tersebut yang telah ditindaklanjuti adalah kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim. Sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim yang merupakan isu global, maka pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan kehuatanan juga telah menerbitkan PermenLHK Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/2016 tentang pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim. Peraturan ini menjadi penting mengingat Indonesia merupakan negara yang rentan teradap dampak perubahan iklim. Dengan adanya peraturan ini maka Pemerintah Pusat dan Daerah kini memiliki pedoman dalam penyusunan rencana aksi adaptasi perubahan iklim yang dapat diintegrasikan kedalam rencana pembangunan wilayah maupun sector spesifik diantaranya : ketahanan pangan, kemandirian energy, kesehatan, permukiman, infrstruktur dan pesisir serta pulau pulau kecil.
Revitalisasi  penilaian kinerja bidang lingkungan  hidup dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) merupakan salah satu konsep yang baik dalam mengukur kinerja sebuah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidupnya. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) secara prinsip merupakan pengukuran secara kuantitatif dari kualitas lingkungan hidup suatu daerah. Konsep ini diadopsi dari beberapa sumber diantaranya Environmental Performance Index (EPI) yang dikembangkan oleh sebuah pusat studi di Yale University Amerika serikat. Tiga indikator yang menjadi dasar penilaian IKLH di Indonesia saat ini mencakup aspek udara, air sungai dan tutupan hutan (lahan).  Dalam perkembangannya IKLH terus mengalami penyempurnaan terutama terkait indicator. Indikator dalam IKLH tentunya diharapkan mampu mengakomodir tipikal dan karakteristik wilayah yang berbeda – beda. Arahan untuk menjadikan IKLH sebagai indicator kinerja utama dalam RPJMD diharapkan mampu memberi peningkatan yang signifikan dalam pencapaian pengelolaan lingkungan hidup.
Di bidang persampahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah meluncurkan Gerakan Indonesia Bebas Sampah Tahun 2020 pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Bulan Februari  yang lalu.  Gerakan ini menjadi sangat penting mengingat dari penghitungan KLHK yang ada total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta ton, dan sampah plastik mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Jumlah yang fantastis tersebut tentunya memerlukan penanganan yang serius mulai dari upaya pengurangan, pengangkutan sampai pengolahan. Salah satu upaya diet sampah plastik adalah gerakan kantong plastik berbayar yang telah diujicobakan di DKI Jakarta dan 22 kota lain se Indonesia. Upaya ini bertujuan mengurangi timbulan sampah plastik dimana Indonesia menempati peringkat dua penghasil sampah plastik terbesar se dunia setelah Tiongkok. Visi besar tersebut memerlukan komitmen dan kepedulian yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat mulai dari grass root sampai pengambil kebijakan.
Masih banyak lagi sebenarnya kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan mampu direspon dengan baik oleh seluruh stakeholder. Dengan adanya sinegi yang baik antar seluruh stakeholder diharapkan mampu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar