Peringatan hari lingkungan
hidup sedunia tahun ini sudah memasuki tahun ke 44. Sebuah angka yang sudah
cukup matang untuk menandai upaya mengingatkan kembali akan pentingnya
lingkungan hidup sebagai penyokong kehidupan. Tema peringatan hari lingkungan
hidup sedunia tahun ini adalah memerangi perdagangan ilegal satwa liar yang
diwujudkan dalam slogan Go Wild For Life.
Perdagangan ilegal satwa liar memberi dampak buruk bagi keanekaragaman hayati
dan kelangsungan hidup spesies langka.
Upaya mempertahankan
keanekaragaman hayati pada dasarnya merupakan salah satu upaya meningkatkan
kualitas lingkungan hidup. Pada kenyataannya secara umum kualitas lingkungan
hidup kita saat ini masih jauh dari
harapan. Isu Lingkungan yang menjadi permasalahan klasik masih menjadi masalah
yang belum terpecahkan secara tuntas mulai dari pencemaran air dan udara,
pengelolaan sampah, banjir dan kebakaran lahan dan hutan. Apabila permasalahan tersebut tidak
mendapatkan penanganan serius tentunya sulit untuk melaksanakan pembangunan
berkelanjutan.
Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya telah membuat konsep perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang sistematis mulai dari hulu sampai hilir
yang ditandai dengan terbitnya Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Undang – undang yang terbit 6
tahun yang lalu tersebut hingga kini masih menyisakan banyak turunan yang belum
terselesaikan. Meskipun demikian sudah ada beberapa amanat undang – undang tersebut yang mulai
dilaksanakan.
Salah satu amanat dari UU
32 Tahun 2009 yang telah dijalankan
adalah Penyusunan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS). Kajian ini merupakan instrumen untuk menjamin konsep
pembangunan berkelanjutan yang digunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan ( development plan) dan perencanaan tata
ruang (spacial plan). Pada dasarnya
KLHS merupakan upaya menyejahterakan manusia melalui keseimbangan pembangunan
ekonomi, social budaya dan lingkungan. Instrumen ini muncul untuk menjawab
kenyataan bahwa telah banyak upaya pencegahan kerusakan lingkungan tetapi laju
perusakan lingkungan berjalan semakin cepat. KLHS merupakan instrument di
tingkat hulu dan lingkupnya meliputi kebijakan, rencana dan program. Dengan
adanya KLHS diharapkan percepatan pembangunan infastruktur yang kini digalakkan
pemerintahan Presiden Jokowi tetap memperhatikan kualitas lingkungan serta
aspek social budaya. Pemilihan Kepala Daerah serentak akhir tahun 2015 kemarin
tentunya mengharuskan penyusunan KLHS sebagai salah satu instrument dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Turunan lain dari undang – undang tersebut yang telah
ditindaklanjuti adalah kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim.
Sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim yang merupakan isu global, maka
pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan kehuatanan juga telah
menerbitkan PermenLHK Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/2016 tentang pedoman
Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim. Peraturan ini menjadi penting
mengingat Indonesia merupakan negara yang rentan teradap dampak perubahan iklim.
Dengan adanya peraturan ini maka Pemerintah Pusat dan Daerah kini memiliki
pedoman dalam penyusunan rencana aksi adaptasi perubahan iklim yang dapat
diintegrasikan kedalam rencana pembangunan wilayah maupun sector spesifik
diantaranya : ketahanan pangan, kemandirian energy, kesehatan, permukiman,
infrstruktur dan pesisir serta pulau pulau kecil.
Revitalisasi penilaian kinerja bidang lingkungan hidup dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
(IKLH) merupakan salah satu konsep yang baik dalam mengukur kinerja sebuah
daerah dalam pengelolaan lingkungan hidupnya. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
(IKLH) secara prinsip merupakan pengukuran secara kuantitatif dari kualitas
lingkungan hidup suatu daerah. Konsep ini diadopsi dari beberapa sumber
diantaranya Environmental Performance
Index (EPI) yang dikembangkan oleh sebuah pusat studi di Yale University
Amerika serikat. Tiga indikator yang menjadi dasar penilaian IKLH di Indonesia
saat ini mencakup aspek udara, air sungai dan tutupan hutan (lahan). Dalam perkembangannya IKLH terus mengalami
penyempurnaan terutama terkait indicator. Indikator dalam IKLH tentunya
diharapkan mampu mengakomodir tipikal dan karakteristik wilayah yang berbeda –
beda. Arahan untuk menjadikan IKLH sebagai indicator kinerja utama dalam RPJMD
diharapkan mampu memberi peningkatan yang signifikan dalam pencapaian
pengelolaan lingkungan hidup.
Di bidang persampahan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah meluncurkan Gerakan Indonesia
Bebas Sampah Tahun 2020 pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Bulan
Februari yang lalu. Gerakan ini menjadi sangat penting mengingat
dari penghitungan KLHK yang ada total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta
ton, dan sampah plastik mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah
yang ada. Jumlah yang fantastis tersebut tentunya memerlukan penanganan yang
serius mulai dari upaya pengurangan, pengangkutan sampai pengolahan. Salah satu
upaya diet sampah plastik adalah gerakan kantong plastik berbayar yang telah
diujicobakan di DKI Jakarta dan 22 kota lain se Indonesia. Upaya ini bertujuan
mengurangi timbulan sampah plastik dimana Indonesia menempati peringkat dua
penghasil sampah plastik terbesar se dunia setelah Tiongkok. Visi besar
tersebut memerlukan komitmen dan kepedulian yang tinggi dari seluruh elemen
masyarakat mulai dari grass root sampai
pengambil kebijakan.
Masih banyak lagi sebenarnya kebijakan yang telah dikeluarkan
pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Berbagai kebijakan
tersebut diharapkan mampu direspon dengan baik oleh seluruh stakeholder. Dengan
adanya sinegi yang baik antar seluruh stakeholder diharapkan mampu menciptakan
pembangunan yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar