Beberapa waktu ini kita dihebohkan dengan
krisis sampah di ibukota negara, yang secara umum terjadi karena gangguan
pengangkutan sampah dari DKI Jakarta ke
TPST Bantargebang Bekasi. Konflik inipun sampai membuat Gubernur DKI Jakarta
Meradang. Kita pun bisa melihat dampak dari gangguan pengangkutan sampah dari
Jakarta ke TPST Bantargebang, dengan
timbulnya tumpukan sampah di beberapa titik titik publik ibukota Negara. Sebagai
ilustrasi setiap hari + 6.500 ton sampah dihasilkan dari berbagai
kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga di DKI Jakarta. Masalah ini
sangat berpotensi timbul di hampir semua wilayah di Indonesia, karena bisa
dikatakan pengelolaan sampah di Negara ini masih jauh dari harapan. Data dari
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010, menyebutkan bahwa volume rata – rata
sampah yang dihasilkan per hari di Indonesia sekitar 200 ribu ton yang paling
banyak dihasilkan dari daerah perkotaan. Data statistik tahun 2014 menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kedua di dunia
setelah China.
Upaya 3 R (Reduce, reuse, recycle) yang sudah
didengungkan beberapa tahun yang lalu sampai sekarang juga belum mencapai
target yang diharapkan. Permasalahan sampah merupakan salah satu hal yang cukup
menjadi kendala di Negara berkembang seperti Indonesia. Kepedulian masyarakat
akan pengelolaan sampah relatif masih rendah, contoh konkritnya prosentase
pembuangan sampah sembarangan masih cukup tinggi di negara kita. Hal ini diperparah
dengan minimnya prosentase pengurangan sampah ke tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sampah sehingga beban TPA semakin tinggi.
Pada dasarnya untuk mengelola sampah dengan
baik diperlukan upaya komperehensif mulai hulu sampai hilir. Di tingkat
penghasil sampah setidaknya sudah harus ada upaya pengurangan ataupun pemilahan
sampah. Umumnya komposisi sampah rumah tangga 70 % adalah sampah organik dan 30
% sampah an organik, artinya sangat memungkinkan untuk melakukan pengomposan
secara massal. Dalam hal ini peran masyarakat menjadi sangat penting, untuk
melakukan upaya pengelolaan sampah sejak dini. Untuk mencapai pengurangan
ataupun pemilahan di tingakat rumah tangga tentunya sosialisasi dan edukasi
harus terus dilakukan kepada masyarakat.
Pada tahap pengangkutan tentunya harus
diperhatikan sarana dan prasarana yang memenuhi syarat. Pada umumnya kondisi
sarana pengangkut sampah di Indonesia tidak begitu baik, hanya di beberapa
daerah saja kondisi sarana pengangkut terawat dengan baik. Sebenarnya kondisi
ini juga menunjukkan komitmen sebuah daerah terhadap pengelolaan sampah. Jauhnya
jarak TPA dengan wilayah penghasil sampah sebenarnya juga merupakan kendala
dikarenakan menyebabkan tingginya biaya angkut. Namun di beberapa daerah hal
ini telah berusaha diatasi dengan dengan membuat Intermediate Treatment Facility (ITF) atau penampungan antara yang
juga dilengkapi proses reduksi sampah sehingga mampu mengurangi sampah yang
masuk TPA.
Pada tahap pemrosesan akhir (TPA) sampah
mayoritas wilayah di Indonesia belum menerapkan sistem sanitary landfill atau
masih banyak yang memakai sistem open dumping. Apabila hal ini tidak segera
diminimalisir maka tentunya akan menimbulkan dampak bagi kualitas sanitasi
kita, mengingat system open dumping sangat rentan terhadap penyebaran vector
penyakit dan juga sangat tidak estetis.
Perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola
sampah menjadi sangat penting saat ini, dikarenakan dari waktu ke waktu ada
kecenderungan fenomena menggantungkan pengelolaan sampah kepada petugas
kebersihan. Tidak jarang kita jumpai orang membuang sampah dari dalam mobil
saat kendaraan berjalan, ataupun melempar sampah dari motor ke sungai. Hal ini
mengindikasikan bahwa perilaku apatis terhadap pengelolaan sampah sudah
menggurita dari strata ekonomi rendah maupun tinggi dari jenjang pendidikan
rendah sampai tinggi.
Secara nasional berbagai program telah diluncurkan
dalam menangani sampah. Regulasi nasional tentang pengelolaan sampah telah
dituangkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008. Peningkatan kapasitas pengelola sampah
juga terus ditingkatkan baik melalui bimbingan teknis maupun workshop. Gerakan
Bank sampah juga terus digaungkan untuk dapat mereduksi sampah ke TPA dan
memberi efek peningkatan pendapatan masyarakat. Kompetisi kota terbersih dalam program Adipura
dari waktu ke waktu juga semakin ditingkatkan kualitasnya.
Berbagai program yang telah diluncurkan
pemerintah tersebut secara umum belum mencapai hasil yang diinginkan. Amanat
dari UU Nomor 18 Tahun 2008 masih banyak yang belum diimplementasikan di tingkat
daerah. Hingga kini banyak daerah yang masih menggunakan sistem open dumping dalam
pengelolaan TPA, padahal sesuai amanat UU tersebut tahun 2013 merupakan batas
akhir penggunaan konsep open dumping. Peran serta swasta dan masyarakat dalam
upaya pengelolaan sampah juga relatif masih rendah atau bisa dikatakan peran
pemerintah masih sangat dominan dalam pengelolaan sampah. Hal ini tentunya
harus diubah, mengingat pengelolaan sampah harus melibatkan seluruh
stakeholder. Pemerintah dan swasta dapat bergandeng tangan dalam bentuk
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) untuk mengelola sampah. Kedepan beberapa
potensi yang dapat dikerjasamakan diantaranya pembangkit listrik tenaga sampah
(PLTsa), daur ulang sampah dan sebagainya.
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah
juga perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan seperti pengembangan bank
sampah ataupun kelompok pengelola sampah mandiri. Inovasi dalam mengelola
sampah menjadi berkah juga perlu terus ditingkatkan seperti pemanfaatan gas
metana dari TPA sebagai alternatif energi terbarukan, daur ulang sampah menjadi
barang yang bernilai ekonomis dan sebagainya.
Konsep
penanganan sampah yang selama cenderung “end of pipe” harus secara berangsur
diubah menuju minimisasi timbulan sampah dan reduksi sampah yang masuk ke TPA. Kebiasaan
atau budaya saling saling lempar tanggungjawab dalam pengelolaan sampah karena
sampah merupakan urusan kita bersama. Kini saatnya semua pihak bergandeng
tangan mengelola sampah demi tercapainya lingkungan bersih dan sehat yang merupakan
hak asasi setiap manusia.
Penulis
adalah Kasubbid Pengendalian Dampak Lingkungan
Badan Lingkungan Hidup Kota
Blitar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar