Selasa, 10 November 2015

Sampah Urusan Kita Bersama





Beberapa waktu ini kita dihebohkan dengan krisis sampah di ibukota negara, yang secara umum terjadi karena gangguan pengangkutan  sampah dari DKI Jakarta ke TPST Bantargebang Bekasi. Konflik inipun sampai membuat Gubernur DKI Jakarta Meradang. Kita pun bisa melihat dampak dari gangguan pengangkutan sampah dari Jakarta ke TPST Bantargebang,  dengan timbulnya tumpukan sampah di beberapa titik titik publik ibukota Negara. Sebagai ilustrasi setiap hari + 6.500 ton sampah dihasilkan dari berbagai kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga di DKI Jakarta. Masalah ini sangat berpotensi timbul di hampir semua wilayah di Indonesia, karena bisa dikatakan pengelolaan sampah di Negara ini masih jauh dari harapan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2010, menyebutkan bahwa volume rata – rata sampah yang dihasilkan per hari di Indonesia sekitar 200 ribu ton yang paling banyak dihasilkan dari daerah perkotaan. Data statistik tahun 2014 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kedua di dunia setelah China.
Upaya 3 R (Reduce, reuse, recycle) yang sudah didengungkan beberapa tahun yang lalu sampai sekarang juga belum mencapai target yang diharapkan. Permasalahan sampah merupakan salah satu hal yang cukup menjadi kendala di Negara berkembang seperti Indonesia. Kepedulian masyarakat akan pengelolaan sampah relatif masih rendah, contoh konkritnya prosentase pembuangan sampah sembarangan masih cukup tinggi di negara kita. Hal ini diperparah dengan minimnya prosentase pengurangan sampah ke tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah sehingga beban TPA semakin tinggi.
Pada dasarnya untuk mengelola sampah dengan baik diperlukan upaya komperehensif mulai hulu sampai hilir. Di tingkat penghasil sampah setidaknya sudah harus ada upaya pengurangan ataupun pemilahan sampah. Umumnya komposisi sampah rumah tangga 70 % adalah sampah organik dan 30 % sampah an organik, artinya sangat memungkinkan untuk melakukan pengomposan secara massal. Dalam hal ini peran masyarakat menjadi sangat penting, untuk melakukan upaya pengelolaan sampah sejak dini. Untuk mencapai pengurangan ataupun pemilahan di tingakat rumah tangga tentunya sosialisasi dan edukasi harus terus dilakukan kepada masyarakat. 

 
Pada tahap pengangkutan tentunya harus diperhatikan sarana dan prasarana yang memenuhi syarat. Pada umumnya kondisi sarana pengangkut sampah di Indonesia tidak begitu baik, hanya di beberapa daerah saja kondisi sarana pengangkut terawat dengan baik. Sebenarnya kondisi ini juga menunjukkan komitmen sebuah daerah terhadap pengelolaan sampah. Jauhnya jarak TPA dengan wilayah penghasil sampah sebenarnya juga merupakan kendala dikarenakan menyebabkan tingginya biaya angkut. Namun di beberapa daerah hal ini telah berusaha diatasi dengan dengan membuat Intermediate Treatment Facility (ITF) atau penampungan antara yang juga dilengkapi proses reduksi sampah sehingga mampu mengurangi sampah yang masuk TPA.
Pada tahap pemrosesan akhir (TPA) sampah mayoritas wilayah di Indonesia belum menerapkan sistem sanitary landfill atau masih banyak yang memakai sistem open dumping. Apabila hal ini tidak segera diminimalisir maka tentunya akan menimbulkan dampak bagi kualitas sanitasi kita, mengingat system open dumping sangat rentan terhadap penyebaran vector penyakit dan juga sangat tidak estetis.
Perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah menjadi sangat penting saat ini, dikarenakan dari waktu ke waktu ada kecenderungan fenomena menggantungkan pengelolaan sampah kepada petugas kebersihan. Tidak jarang kita jumpai orang membuang sampah dari dalam mobil saat kendaraan berjalan, ataupun melempar sampah dari motor ke sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku apatis terhadap pengelolaan sampah sudah menggurita dari strata ekonomi rendah maupun tinggi dari jenjang pendidikan rendah sampai tinggi.
Secara nasional berbagai program telah diluncurkan dalam menangani sampah. Regulasi nasional tentang pengelolaan sampah telah dituangkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008. Peningkatan kapasitas pengelola sampah juga terus ditingkatkan baik melalui bimbingan teknis maupun workshop. Gerakan Bank sampah juga terus digaungkan untuk dapat mereduksi sampah ke TPA dan memberi efek peningkatan pendapatan masyarakat.  Kompetisi kota terbersih dalam program Adipura dari waktu ke waktu juga semakin ditingkatkan kualitasnya.
Berbagai program yang telah diluncurkan pemerintah tersebut secara umum belum mencapai hasil yang diinginkan. Amanat dari UU Nomor 18 Tahun 2008 masih banyak yang belum diimplementasikan di tingkat daerah. Hingga kini banyak daerah yang masih menggunakan sistem open dumping dalam pengelolaan TPA, padahal sesuai amanat UU tersebut tahun 2013 merupakan batas akhir penggunaan konsep open dumping. Peran serta swasta dan masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah juga relatif masih rendah atau bisa dikatakan peran pemerintah masih sangat dominan dalam pengelolaan sampah. Hal ini tentunya harus diubah, mengingat pengelolaan sampah harus melibatkan seluruh stakeholder. Pemerintah dan swasta dapat bergandeng tangan dalam bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) untuk mengelola sampah. Kedepan beberapa potensi yang dapat dikerjasamakan diantaranya pembangkit listrik tenaga sampah (PLTsa), daur ulang sampah dan sebagainya.
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah juga perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan seperti pengembangan bank sampah ataupun kelompok pengelola sampah mandiri. Inovasi dalam mengelola sampah menjadi berkah juga perlu terus ditingkatkan seperti pemanfaatan gas metana dari TPA sebagai alternatif energi terbarukan, daur ulang sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis dan sebagainya.
Konsep penanganan sampah yang selama cenderung “end of pipe” harus secara berangsur diubah menuju minimisasi timbulan sampah dan reduksi sampah yang masuk ke TPA. Kebiasaan atau budaya saling saling lempar tanggungjawab dalam pengelolaan sampah karena sampah merupakan urusan kita bersama. Kini saatnya semua pihak bergandeng tangan mengelola sampah demi tercapainya lingkungan bersih dan sehat yang merupakan hak asasi setiap manusia.
Penulis adalah Kasubbid Pengendalian Dampak Lingkungan
Badan Lingkungan Hidup Kota Blitar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar