Beberapa
waktu yang lalu penulis berkesempatan mengunjungi desa wisata tepatnya Desa
Bendosari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang dan Dusun Dadapan Desa Pandanrejo
Kota Batu. Desa Bendosari terkenal dengan program biogasnya sedangkan Dusun
Dadapan terkenal dengan komposternya. Dari hasil pengamatan yang penulis
lakukan terhadap kedua lokasi tersebut, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa
kesuksesan keduanya adalah berhasilnya pemberdayaan masyarakat di lingkungan tersebut.
Pemberdayaan
merupakan penerjemahan dari bahasa inggris yaitu kata “empowerment” yang menurut
merriam webster dan oxford english dictionery (dalam prijono dan pranarka, 1996
: 3) mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan
pengertian kedua berarti to give ability
to or enable. dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. sedang dalam
pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau
keberdayaan.
Pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat, menurut kartasasmita (1996:159-160), harus dilakukan
melalui beberapa kegiatan : pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). ketiga, memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. di sinilah letak titik tolaknya yaitu bahwa
pengenalan setiap manusia, setiap anggota masyarkat, memiliki suatu potensi
yang selalu dapat terus dikembangkan. artinya, tidak ada masyarakat yang sama
sekali tidak berdaya, karena kalau demikian akan mudah punah.
Apabila
kita kaitkan dengan pengelolaan lingkungan seperti contoh diatas maka kondisi
yang ada di lapangan belumlah sesuai dengan harapan. Sebagaimana kita ketahui
bahwa permasalahan lingkungan mendasar yang terjadi sekarang secara umum antara
lain adalah penanganan limbah cair baik domestik maupun non domestik,
penanganan sampah, polusi udara, berkurangnya ruang terbuka hijau serta dampak
perubahan iklim. Untuk selanjutnya kita akan lebih mencermati pemberdayaan
masyarakat dalam penanganan air limbah dan sampah, dikarenakan kedua hal ini
mempunyai dampak yang relatif pendek apabila tidak dikelola dengan baik.
Strategi
pengelolaan air limbah secara komunal makin dikembangkan seiring dengan semakin
menipisnya lahan dan peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat. Sayangnya
system komunal banyak mengalami kendala terkait dengan keterlibatan masyarakat
pengguna dalam operasionalnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak
masyarakat yang belum merasa memiliki keberadaan sarana pengolahan air limbah
komunal tersebut apalagi apabila proses pembangunannya bersifat kontraktual.
Dalam sistem pengolahan limbah domestik secara
komunal, pembiayaan operasinya tentu tidak mungkin terus mengandalkan kucuran
dana dari pemerintah, tetapi masyarakat sebagai pengguna sendiri yang harus
kreatif dan proaktif dalam menjalankan operasionalnya. Rasa memiliki merupakan
modal penting dalam menjalankan konsep pengolahan secara komunal. Selain itu
diperlukan juga kelembagaan yang solid di tingkat pengguna yang akan merumuskan
rencana dan stategi pengelolaannya.
Kondisi
yang hampir sama juga terjadi pada pengelolaan sampah, bahkan pada tataran perilaku
membuang sampah pada tempatnya masih jauh dari yang diharapkan. Budaya tersebut
tidak hanya terjadi pada level masyarakat bawah, untuk golongan menegah keatas
pun masih banyak yang melakukannya. Sering kita jumpai di jalan raya pengguna
jalan dengan seenaknya membuang sampah dari dalam mobilnya. Padahal sejujurnya
seharusnya kita sudah pada level pemilahan sampah tidak hanya pembuangan
sampah.
Berbagai
ide kreatif sebenarnya sudah ditemukan dalam pengelolaan sampah. Diantara
metode tersebut diantaranya komposter baik individual maupun komunal seperti
yang penulis contohkan di Desa Pandanrejo Kota Batu. Metode lainnya adalah
konsep Bank sampah yang mulai menjadi trend di beberapa daerah.
Pengelolaan
sampah di tingkat komunitas melalui Bank Sampah pertama kali dilakukan sejak
2008 lalu di Desa Badegan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Bank sampah merupakan strategi dalam mengembangkan dan
membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan sampah
bukan menjadikannya sebagai ‘lawan’. Hal ini sesuai dengan salah satu filosofi
dasar ditetapkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah . Prinsip dari Bank sampah adalah para nasabah menyetor sampah mereka,
lalu sampah tersebut ditimbang dan ditaksir sesuai harga di pasaran atau
pengepul yang selanjutnya nilai uang itu dimasukkan dalam rekening nasabah.
Sampai Akhir Juni 2012 sekitar 782 Bank Sampah sudah berdiri di sejumlah kota
di Indonesia, dengan dana bergulir mencapai lebih dari 31 milliar rupiah dan
sampah yang terolah mencapai 1600 ton. Konsep Bank sampah ini (from trash to cash) ini apabila
dipadukan dengan pemilahan sampah yang baik di tingkat rumah tangga, dimana
untuk sampah organic dijadikan kompos sedangkan untuk yang tidak dapat didaur
ulang atau masih bernilai dimasukkan bank sampah tentunya akan menurunkan
jumlah sampah yang dibuang di Tempata Pemrosesan Akhir (TPA).
Berbagai
strategi pengelolaan lingkungan pada akhirnya bermuara pada masyarakat sebagai
kunci keberhasilannya. Akhirnya dengan adanya komitmen tinggi dari pihak
pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat kita harapkan dapat tercapai
pengelolaan lingkungan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 12 Agustus 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar