Minggu, 22 Juli 2012

Urgensi Dokumen Lingkungan


Headline Radar Blitar tanggal 10 Juli 2012 yang menampilkan pernyataan Kepala Kantor Lingkungan Hidup Daerah Kota Blitar tentang  banyaknya pengembang perumahan di Kota Blitar yang belum dokumen UKL UPL, menginspirasi penulis untuk sedikit mengupas tentang dokumen lingkungan yang termasuk didalamnya UKL UPL .
Sebagaimana telah diamanatkan pada Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009  bahwa Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Dari rangkaian upaya tersebut salah instrumen dari upaya pengendalian adalah Dokumen Lingkungan baik itu Amdal maupun UKL UPL. Kedua dokumen lingkungan ini masuk pada tahap pencegahan, dimana upaya pengendalian sendiri terdiri dari tiga tahap yaitu pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Amdal maupun UKL UPL disusun sebelum sebuah usaha dan/atau kegiatan melaksanakan kegiatannya.
Disamping kedua dokumen tersebut untuk usaha dan atau kegiatan yang telah beroperasi serta memiliki izin usaha tetapi belum memiliki dokumen lingkungan telah diwajibkan menyusun Dokumen Evaluasi  Lingkungan Hidup (DELH) dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH). Keduanya diatur dengan Permen LH Nomor 14 Tahun 2010. DELH  merupakan dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang merupakan bagian dari proses audit lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang sudah memiliki izin usaha tetapi belum memeiliki amdal. Sedangkan DPLH adalah dokumen yang substansinya sama dengan DELH tetapi ditujukan untuk usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai  skala   UKL UPL. Batas akhir penyusunan kedua dokumen ini telah lewat tepatnya pada tanggal 3 Oktober 2011 kemarin.


Amdal dan UKL UPL
Peraturan perundangan terbaru  tentang Amdal dan UKL UPL adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 yang antara lain membahas tentang definisi, proses penyusunan Amdal dan UKL UPL termasuk prosedur pemberian rekomendasinya. Sedangkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal telah diatur dalam Permen LH Nomor 5 Tahun 2012. Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan. Selanjutnya yang dinamakan dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
UKL UPL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan adalah dokumen lingkungan yang wajib disusun oleh usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib Amdal. Dokumen tersebut  berisi uraian dampak dari usaha dan/atau kegiatan beserta upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan tersebut. Khusus untuk Kota Blitar penentuan usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL UPL masih mengacu pada Pergub Jatim Nomor 30 Tahun 2011 sambil menunggu Perwali tentang jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL UPL yang masih dalam proses.
Penentuan jenis dokumen lingkungan yang harus dimiliki oleh suatu usaha dan atau kegiatan dilakukan melalui proses penapisan sebagaimana telah diatur dalam lampiran Permen LH Nomor 5 Tahun 2012. Dalam lampiran tersebut juga dijelaskan bahwa sebuah usaha dan/atau kegiatan yang skalanya UKL UPL dapat menjadi wajib Amdal apabila terpenuhi beberapa kondisi yang telah diuraikan secara detail dalam lampiran tersebut.

Korelasi Amdal dan UKL UPL dengan sustainable development
Apabila kita telisik lebih jauh baik Amdal maupun UKL UPL bukanlah produk yang diciptakan untuk memperpanjang jalur perizinan sebuah usaha dan/ atau kegiatan, melainkan sebuah perwujudan komitmen dari sebuah usaha dan/atau kegiatan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua dokumen tersebut selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) ataupun pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pro environment.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa ketika sebuah usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan tentunya menimbulkan dampak baik dalam tahap pra kontruksi, kontruksi maupun operasional. Pemrakarsa atau pelaku usaha dan/atau kegiatan wajib menginventarisir dampak yang timbul untuk selanjutnya direncanakan upaya pengelolaan dari dampak tersebut. Tidak hanya berhenti disitu pemrakarsa juga wajib merencanakan pemantauan dari upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan dengan mencantumkan pula institusi pemerintah yang direncanakan sebagai pengawasnya.
Dalam tataran pelaksanaannya memang komitmen sebuah usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan tidak bisa hanya berhenti, hanya ketika telah muncul produk berupa Amdal atau UKL UPL. Keduanya hanyalah sebuah dokumen, yang tidak ada bedanya dengan arsip lain sebuah usaha dan/atau kegiatan apabila tidak ada komitmen untuk melaksanakan apa yang telah dituliskan dalam dokumen tersebut.
Untuk mencapai keberhasilan didalam pembangunan berwawasan lingkungan diperlukan kerjasama yang baik antara semua stakeholder. Pelaku usaha sebagai subyek harus berkomitmen tinggi dalam melaksanakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan sedangkan Institusi Pemerintah di bidang lingkungan hidup harus berkomitmen pula dalam melaksanakan upaya pembinaan, pemantauan dan pengawasan. Dengan adanya sinergi antara seluruh stakeholder diharapkan tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 22 Juli 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar