Headline Radar
Blitar tanggal 10 Juli 2012
yang menampilkan pernyataan Kepala Kantor Lingkungan Hidup Daerah Kota Blitar
tentang banyaknya pengembang perumahan
di Kota Blitar yang belum dokumen UKL UPL, menginspirasi penulis untuk sedikit
mengupas tentang dokumen lingkungan yang
termasuk didalamnya UKL UPL .
Sebagaimana telah
diamanatkan pada Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan
adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Dari rangkaian
upaya tersebut salah instrumen dari upaya pengendalian adalah Dokumen
Lingkungan baik itu Amdal maupun UKL UPL. Kedua dokumen lingkungan ini masuk
pada tahap pencegahan, dimana upaya pengendalian sendiri terdiri dari tiga
tahap yaitu pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Amdal maupun UKL UPL
disusun sebelum sebuah usaha dan/atau kegiatan melaksanakan kegiatannya.
Disamping kedua dokumen
tersebut untuk usaha dan atau kegiatan yang telah beroperasi serta memiliki
izin usaha tetapi belum memiliki dokumen lingkungan telah diwajibkan menyusun
Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH)
dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH). Keduanya diatur dengan Permen
LH Nomor 14 Tahun 2010. DELH merupakan
dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang merupakan
bagian dari proses audit lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau
kegiatan yang sudah memiliki izin usaha tetapi belum memeiliki amdal. Sedangkan
DPLH adalah dokumen yang substansinya sama dengan DELH tetapi ditujukan untuk
usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai
skala UKL UPL. Batas akhir
penyusunan kedua dokumen ini telah lewat tepatnya pada tanggal 3 Oktober 2011
kemarin.
Amdal dan UKL UPL
Peraturan
perundangan terbaru tentang Amdal dan UKL UPL adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 yang antara lain membahas tentang definisi, proses penyusunan Amdal dan UKL UPL termasuk prosedur pemberian rekomendasinya. Sedangkan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal telah diatur dalam Permen LH Nomor 5 Tahun 2012. Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan. Selanjutnya yang dinamakan dampak
penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
UKL
UPL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan adalah
dokumen lingkungan yang wajib disusun oleh usaha dan/atau kegiatan yang tidak
wajib Amdal. Dokumen tersebut berisi
uraian dampak dari usaha dan/atau kegiatan beserta upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan tersebut. Khusus untuk Kota
Blitar penentuan usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL UPL masih mengacu pada Pergub Jatim Nomor 30
Tahun 2011 sambil menunggu Perwali tentang jenis usaha dan/atau kegiatan wajib UKL UPL yang masih dalam proses.
Penentuan
jenis dokumen lingkungan yang harus dimiliki oleh suatu usaha dan atau kegiatan
dilakukan melalui proses penapisan sebagaimana telah diatur dalam lampiran
Permen LH Nomor 5 Tahun 2012. Dalam lampiran tersebut juga dijelaskan bahwa
sebuah usaha dan/atau kegiatan yang skalanya UKL UPL dapat menjadi wajib Amdal
apabila terpenuhi beberapa kondisi yang telah diuraikan secara detail dalam
lampiran tersebut.
Korelasi Amdal dan UKL UPL dengan sustainable development
Apabila
kita telisik lebih jauh baik Amdal maupun UKL UPL bukanlah produk yang
diciptakan untuk memperpanjang jalur perizinan sebuah usaha dan/ atau kegiatan,
melainkan sebuah perwujudan komitmen dari sebuah usaha dan/atau kegiatan dalam
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua dokumen tersebut
selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) ataupun pembangunan yang berwawasan lingkungan
atau pro environment.
Secara
sederhana dapat digambarkan bahwa ketika sebuah usaha dan/atau kegiatan
dilaksanakan tentunya menimbulkan dampak baik dalam tahap pra kontruksi,
kontruksi maupun operasional. Pemrakarsa atau pelaku usaha dan/atau kegiatan
wajib menginventarisir dampak yang timbul untuk selanjutnya direncanakan upaya
pengelolaan dari dampak tersebut. Tidak hanya berhenti disitu pemrakarsa juga
wajib merencanakan pemantauan dari upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan dengan mencantumkan pula institusi pemerintah yang direncanakan
sebagai pengawasnya.
Dalam tataran
pelaksanaannya memang komitmen sebuah usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan tidak bisa hanya berhenti, hanya ketika telah muncul produk berupa
Amdal atau UKL UPL. Keduanya hanyalah sebuah dokumen, yang tidak ada bedanya
dengan arsip lain sebuah usaha dan/atau kegiatan apabila tidak ada komitmen
untuk melaksanakan apa yang telah dituliskan dalam dokumen tersebut.
Untuk mencapai
keberhasilan didalam pembangunan berwawasan lingkungan diperlukan kerjasama
yang baik antara semua stakeholder. Pelaku usaha sebagai subyek harus
berkomitmen tinggi dalam melaksanakan upaya pengelolaan dan pemantauan
lingkungan sedangkan Institusi Pemerintah di bidang lingkungan hidup harus berkomitmen
pula dalam melaksanakan upaya pembinaan, pemantauan dan pengawasan. Dengan
adanya sinergi antara seluruh stakeholder diharapkan tercapai pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 22 Juli 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar