Persoalan
kerusakan alam sebagai akibat
eksploitasi sumberdaya alam yang tidak sebanding dengan upaya perbaikan
tentunya bukan hal yang baru dalam daftar masalah pembangunan kita. Walaupun
telah menjadi wacana yang mengemuka di
kalangan pemerintah pusat namun konsep pembangunan yang tidak hanya
mengejar keuntungan sesaat namun juga memperhatikan fungsi lingkungan dan
pemanfaatan sumber daya alam secara lestari masih sulit dijalankan di tingkat
daerah,
Apabila kita telisik lebih
jauh sebenarnya konsep pembangunan ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara ekploitasi dan upaya perbaikan mutu lingkungan telah diinisiasi oleh
Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2009 yang lazim dikenal dengan istilah
Ekonomi Hijau (Green Economy).
Pada tataran
internasional konsep green economy
mulai mengemuka sejak adanya Sidang
Menteri Lingkungan Hidup Global ke-26 yang diselenggarakan oleh UNEP ( United Nations Environment Programme),
otoritas PBB di bidang lingkungan hidup pada bulan Februari 2011. Pada sidang
tersebut Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof. Dr. Gusti Muhammad Hatta
menyuarakan konsep green economy
dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan upaya pengentasan kemiskinan,
Definisi sederhana dari
Ekonomi Hijau adalah model pembangunan ekonomi berbasiskan pengetahuan terhadap
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan yang bertujuan
untuk menjawab saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak
negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pamanasan global.
Konsep ekonomi hijau dilaksanakan untuk mendukung
pembangunan nasional yang bersifat pro-lapangan kerja, pro-pertumbuhan dan
pro-lingkungan. Konsep pembangunan yang pro lapangan kerja dan pro pertumbuhan
tentunya telah lama didengungkan yang lazim kita kenal dengan istilah padat
karya dan penciptaan iklim investasi yang kondusif. Konsep ini telah lama
menjadi prioritas dalam menjalankan roda pembangunan. Berbeda dengan keduanya konsep
pro lingkungan baru menjadi prioritas ketika kita telah merasakan berbagai
dampak dari ketamakan eksploitasi alam,
Sampai sekarang rupanya konsep ini masih jauh panggang dari api dengan kata lain masih jauh antara
kenyataan dan konsep yang direncanakan.
Paradigma pembangunan dengan prioritas keuntungan jangka
pendek rupanya cukup mengakar kuat di negeri ini, bayangkan saja hampir seluruh
kota di negeri ini tumbuh tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang yang
seharusnya, ribuan hektar hutan rusak dikarenakan eksploitasi tambang yang kurang
memperhatikan pengembalian fungsi hutan ketika telah selesai beroperasi, belum
lagi hak konsensi hutan yang tidak digunakan secara bertanggungjawab oleh
sebagian orang, banyak industri baik skala rumah tangga sampai perusahaan besar
yang kurang memperhatikan pengolahan limbah hasil produksi sehingga lagi lagi
lingkungan mendapat beban pencemaran yang tentunya akan menurunkan kualitas
lingkungan.