Undang –
Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009
mengamanatkan keseimbangan hak dan kewajiban setiap warga Negara dalam masalah
lingkungan hidup. Di satu sisi lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan
bagian dari hak asasi manusia, sebaliknya setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran lingkungan.
Secara teori,
konsep tersebut sangatlah ideal dalam menciptakan lingkungan hidup yang sehat
dan lestari, tetapi pada kenyataannya sungguh jauh panggang dari api.
Permasalahan lingkungan hidup makin hari kian kompleks karena tidak bisa
dipungkiri bahwa lingkungan hidup terkait dengan semua aspek kehidupan baik
ekonomi, sosial bahkan politik.
Apabila kita
cermati satu demi satu permasalahan tersebut maka akan kita dapati betapa
ruwetnya pengelolaan lingkungan hidup di negeri ini. Derivasi dari Undang –
Undang PPLH tersebut berjalan relatif lambat sehingga sering membuat kesulitan
bagi daerah untuk dapat membuat kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.
Selain itu
pembangunan berbasis eksploitasi sumber daya alam kini seolah menjadi tren
dalam konsep pembangunan di negeri ini. Contoh konkritnya adalah kebijakan dari Kementerian ESDM untuk
meningkatkan kapasitas batubara di Kalimantan. Dengan alasan kesulitan
mendapatkan energi berbasis minyak karena lifting yang tidak mencukupi,
akhirnya batubaralah yang menjadi sasaran untuk dikeruk lebih besar. Hal ini
tentu menjadi sebuah bencana apabila tidak diimbangi dengan langkah pengelolaan
dan pemantuan lingkungan dalam kegiatan
pertambangan sampai upaya recovery lahan bekas pertambangan.