Istilah konservasi mungkin sudah sangat
populer di kalangan masyarakat kita, akan tetapi pada kenyataannya konservasi
sampai saat ini relatif hanya menjadi jargon yang masih membutuhkan
implementasi yang lebih konkrit. Berbagai definisi muncul dari istilah
konservasi, namun salah satu definisi yang mungkin bisa mewakili berbagai
definisi tersebut adalah apa yang dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), orang
Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi yaitu bahwa
konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together/bersama) dan servare (keep/save/memelihara).
Apabila diterjemahkan secara istilah memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara
bijaksana (wise use). Konservasi dalam pengertian sekarang, sering
diterjemahkan sebagai the wise use of
nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Apabila dikaitkan dengan tema peringatan
Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2010 ini “Many Species. One Planet. One Future” atau terjemah bebasnya
(Banyak Species, Satu Planet, Satu Masa Depan) yang memberikan
gambaran kepada kita akan pentingnya mempertahankan keanekaragaman hayati maka
upaya konservasi perlu mendapatkan prioritas pada roda pembangunan negeri ini.
Di Indonesia, kegiatan konservasi
seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup
masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dunia pendidikan, serta
pihak-pihak lainnya.
Salah sektor yang sangat potensial
menjadi media dalam pelaksanaan konservasi alam adalah dunia pendidikan atau
lebih spesifiknya sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah adalah wahana
pembelajaran yang mampu membawa implikasi
positif kepada ruang lingkup yang lebih luas dalam hal ini masyarakat di
sekitar siswa dan guru. Upaya pembentukan sekolah yang berwawasan lingkungan
merupakan solusi konkrit untuk menjawab permasalahan konservasi selama ini yaitu
pemahaman dan perilaku manusia yang masih melihat sumberdaya alam sebagai
sumber kebutuhan yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Pemahaman ini harus dihapus dengan pemanfaatan sumber
daya alam yang berkesinambungan. Paradigma pemanfaatan sumber daya alam
yang berkesinambungan merupakan makna sebenarnya dari kegiatan konservasi
sumber daya alam.
Ada beberapa hal yang menjadi
prinsip dasar dalam upaya menciptakan konsep sekolah konservasi, diantaranya :
Prinsip penghematan energi (energy saving),
dalam hal ini lebih spesifik kepada penggunaan energi listrik yang kebanyakan
di negara kita masih menggunakan sumber yang memanfaatkan bahan bakar fosil. Bahan
bakar fosil sebagaimana kita ketahui adalah sumber daya yang terbatas. Konsep
penghematan listrik bisa dimulai dari desain bangunan sekolah dengan
pencahayaan dan ventilasi yang baik sehingga meminimalisir penggunaan lampu dan
pendingin ruangan pada waktu siang hari.
Prinsip kedua adalah pengelolaan
sampah (waste management), yang dapat
dilakukan dengan pemilahan sampah dengan penyedian paling tidak dua jenis
tempat sampah yaitu organik dan anorganik dan juga pengelolaan sampah organik
menjadi kompos untuk skala sekolah. Pada kedua jenis pengelolaan sampah
tersebut para siswa diharapkan berpartisipasi aktif didalamnya.
Prinsip ketiga adalah dengan
meningkatkan gerakan gemar menanam bagi
para siswa sehingga akan menambah luasan ruang terbuka hijau serta sebagai
upaya konservasi air tanah dari pohon yang ditanam. Dari pengalaman yang sudah
ada gerakan menanam ini akan lebih menarik apabila dikemas dalam konsep
kompetisi antar kelas sehingga lebih menambah semangat para siswa.
Prinsip berikutnya adalah dengan
meningkatkan luas resapan air yang dapat dicapai dengan strategi pembuatan
sumur resapan juga pembuatan lubang resapan biopori. Lubang Resapan Biopori
(LRB) adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) kedalam tanah,
dengan diameter 10 -30 cm dan kedalaman 100 cm, atau tidak melebihi muka air
tanah dangkal. Lubang tersebut kemudian diisi sampah organik sebagai sumber
makanan fauna tanah dan akar tanaman yang mampu membuat biopori atau liang
(terowongan – terongan kecil) dalam tanah. Jadi selain untuk meningkatkan
resapan air, sampah organik pada Lubang Resapan Biopori dapat dimanfaatkan
sebagai kompos. Konsep Lubang Resapan Biopori juga sedang gencar
disosialisasikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Konsep sekolah konservasi ini
nantinya secara legal formal telah tercakup dalam salah satu program dari
Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program adiwiyata. Program adiwiyata
bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat
pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian hari warga
sekolah tersebut dapat turut bertanggungjawab dalam upaya-upaya penyelamatan
lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Program adiwiyata ini
dikompetisikan sampai skala nasional dengan indikator dan kriteria yang telah
ditetapkan. Khusus untuk Kota Blitar pada tahun 2010 ini berhasil memperolah
anugerah sekolah adiwiyata tingkat nasional melalui SDK Santa Maria.
Pada akhirnya yang penting bukanlah
penghargaan atau hadiah yang menjadi prioritas, tetapi upaya penanaman
kepedulian terhadap lingkungan sejak dini di lingkungan sekolah sebagai upaya
pelestarian lingkungan hidup dan mendukung program pembangunan berkelanjutan.
(Dimuat Jawa Pos Radar Blitar 29 Juli 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar